KESETIAAN TANPA BATAS

KESETIAAN TANPA BATAS

Oleh

Glory Maria Rungkat

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI IMMANUEL NUSANTARA

(Semester IV)

 

Bacaan : (Ratapan 3 : 22 – 24)

 

Yeremia, penulis dari kitab Ratapan ini meluapkan emosinya terhadap kehancuran Yerusalem yang tragis. Bahkan di dalam pasal 3 sendiri, saya membacanya berulang – ulang hingga saya bisa memberikan konklusi bahwa Yeremia sangat amat sedih. Seolah – olah ia mengklaim bahwa Tuhan memang meninggalkan dia. Jika kita ingin melihat konteks historis dari kitab Ratapan ini, dijelaskan bahwa Yeremia sudah bertahun – tahun memberitakan kebenaran kepada bangsa Yehuda, tetapi mereka justru tidak ingin mendengarkan apa yang sudah diberitakan oleh Yeremia. Sampai akhirnya, Tuhanlah yang menghukum mereka. Tetapi ketika mereka dihukum Tuhan, Yeremia yang adalah nabi merasa bahwa ia tidak berhasil dalam memberitakan kebenaran. Dan kehancuran Yerusalem membuat ia pilu.

Ada yang menarik dalam pembacaan ayat – ayat di Ratapan pasalnya yang ke 3. Dalam penderitaan yang dirasakan oleh Yeremia, ia masih mengakui bahwa Tuhan adalah Allah yag setia. Ia memuji Tuhan, dan kepercayaannya terhadap Tuhan tidaklah luntur. Ia berharap sungguh – sungguh dan ia mengakui bahwa rahmat dari Tuhan selalu baru tiap pagi. Dalam ayatnya yang ke 22 hingga 24, Yeremia memberikan penyataan yang eksplisit mengenai kesetiaan Allah. Dan ayat inilah yang meyakinkan saya bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Seringkali kita berfikir di dalam kehidupan kita, bahwa Tuhan tidak memberikan pertolongan bahkan sepertinya Ia meninggalkan kita. Saya sendiri pun demikian. Seringkali saya merasa bahwa Tuhan tidak berbicara di dalam doa yang saya panjatkan. Saya tidak menerima jawaban, dan doa – doa yang saya naikkan sepertinya percuma saja. Tetapi, ayat – ayat ini yang menampar saya dan meyakinkan saya bahwa Tuhan tidak meninggalkan kita. Justru sebaliknya, kita yang seringkali meninggalkan Tuhan ditengah – tengah kesulitan kita. Penderitaan yang kita rasakan tidaklah seberat apa yang dirasakan oleh nabi Yeremia pada masa itu. Kita perlu belajar dari Yeremia, jangan berhenti untuk percaya kepada Tuhan dan mengandalkan-Nya dalam segala situasi. Ia mengajarkan kita untuk menantikan Tuhan. Berserah kepada-Nya, dan kita patut meyakini bahwa pertolongan dari Tuhan adalah nyata. Seberapa sering kita mengeluh kepada Tuhan ditengah – tengah permasalahan yang ada ? Apakah masalah di dalam kehidupan kita justru membuat kita semakin jauh dari-Nya ? Apakah kita sendiri yang menciptakan jurang pemisah antara kita dengan Tuhan ?

Saya berharap, kita bisa sama – sama belajar melalui ayat – ayat ini, yang sesungguhnya menjadi kekuatan bagi kita setiap orang percaya. Kesetiaan Tuhan tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Maksudnya ialah, dimanapun dan kapanpun, Tuhan tetap setia bagi setiap orang yang berseru kepada-Nya. Nantikanlah Tuhan dan utarakanlah segala keluh kesahmu di dalam doa. Yakinilah bahwa Tuhan tidak tuli, Ia mendengar kita walaupun doa kita tidak langsung dijawab. Selain itu, jangan biarkan iman percayamu runtuh hanya karena Tuhan belum menjawab doamu. Kita perlu menyadari di dalam kehidupan kita, bahwa kesetiaan Tuhan itu tiada batas. Permasalahan yang ada di dalam hidup kita tidaklah melebihi kekuatan kita. Oleh sebab itu, bertahanlah. Tuhan senantiasa memberikan penghiburan ditengah – tengah penderitaan yang kita alami. Janganlah ragu akan kebaikan Tuhan. Biarlah segala permasalahan yang terjadi, melatih kita untuk semakin dewasa dalam aspek rohani. Sehingga relasi kita dengan Tuhan semakin terbangun dengan baik. Tetap berharap penuh kepada Tuhan, karena hanya Dialah satu – satunya sumber pengharapan yang tidak mengecewakan.

Amin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *