KEAGUNGAN JUM’AT AGUNG

KEAGUNGAN JUM’AT AGUNG

 

Setiap tahun, umat Kristiani di seluruh dunia selalu melakukan perayaan Jum’at Agung sebagai perayaan atas kematian Yesus Kristus di kayu salib. Menurut B. J Boland dalam bukunya Tafsir Alkitab Injil Lukas, bahwa bagi Jemaat Kristen sejak pada zaman Lukas, telah meyakini dengan pasti dan jelas bahwa Yesus disalibkan pada hari Jum’at, setelah Ia menyelenggarakan terlebih dahulu Perjamuan Paskah Yahudi bersama-sama dengan murid-murid-Nya.[1] Dan pada hari Jum’at itulah Yesus menghembuskan nafasnya yang terakhir. Itulah sebabnya umat Kristiani merayakan kematian Yesus pada hari Jum’at. Perayaan Jum’at Agung dirayakan tiga hari sebelum umat Kristen merayakan hari kebangkitan Yesus Kristus pada hari Minggunya atau disebut juga perayaan Paskah yang dalam kalender Masehi biasa jatuh pada bulan Maret – April setiap tahunnya. Perayaan Jum’at Agung dianggap sebagai perayaan yang sangat berarti bagi umat Kristiani sehingga umat Kristen menyebutnya sebagai hari Jum’at yang Agung yang arti kata lainnya adalah Mulia atau Luhur. Pertanyaanya adalah mengapa hari Jum’at itu menjadi Jum’at yang Agung? Dan apa keagungan dari Jum’at Agung itu? Itulah yang akan kita bahas dalam tulisan ini.

Hari Jum’at pada kematian Tuhan Yesus disebut sebagai hari Jum’at yang Agung, dan penuh dengan Keagungan karena pada hari itu, Tuhan menyatakan Keagungan-Nya, yakni;

 

  1. Yesus telah menyelesaikan pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu pengurbanan diri-Nya untuk pengampunan dosa.

Pada saat menjelang kematian-Nya di kayu salib, Yesus berkata “Sudah selesai” lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya (Yoh.19:30). Donal Guthrie menjelaskan bahwa ungkapan ini berhubungan dengan penyelesaian tugas-Nya, sebagai penggenapan dari Kitab Suci.[2] Dimana Yesus datang ke dunia sebagai “Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia” (Yoh.1:29). Seperti juga yang dijelaskan bahwa; ungkapan “sudah selesai” ini menujukkan bahwa kehidupan-Nya di dunia telah berakhir dan dikehendaki Bapa-Nya, yaitu mengurbankan diri-Nya untuk pengampunan dosa-dosa dunia.[3] Firman Tuhan menjelaskan bahwa; “Karena semua orang telah berbuat dosa dan tealah kehilangan kemuliaan Allah” (Rom.3:23), maka mendapatkan pengampunan adalah kesempatan yang sangat penting yang harus dialami oleh setiap manusia. Sebab tanpa pengampunan, manusia berada di bawah murka Allah. Itulah sebabnya, kematian Tuhan Yesus Kristus yang terjadi pada hari Jum’at yang Agung itu menjadi kesempatan bagi umat manusia untuk memperoleh pengampunan dosa, hanya jika manusia mau percaya pada Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya. Itulah Keagungan Jum’at Agung, Yesus mati untuk menghapuskan dosa manusia.

  1. Hari pengurbanan Yesus yang memungkinkan semua orang berkenan menghadap Allah.

Saat Yesus berseru dengan suara nyaring dan menyerahkan nyawa-Nya kepada Allah, “Ketika itu tabir Bait Suci terbelah menjadi dua dari atas sampai ke bawah” (Mark.15:37-38).  Menurut C. E Graham Swift, terbelahnya tabir Bait Suci menjadi dua dari atas sampai ke bawah, benar diberitakan oleh semua Injil Sinoptis (Matius 27:51, Markus dan Lukas 23:44), hal ini tentu telah diamati dan dilaporkan oleh para imam, yang kemudian banyak dari mereka yang percaya (Kis.6:7). Terhadap pemikiran Yahudi, kejadian yang luar biasa ini tentu menakjubkan, setelah mereka berabad-abad berbakti di Kemah Suci dan Bait Suci, di mana Tempat yang Maha Kudus telah tertutup bagi semua orang, kecuali hanya Imam Besar yang boleh membuka dan masuk pada hari pendamaian.[4]

Ada dua tabir atau tirai di Bait Allah. Tirai yang pertama terletak di pintu masuk Ruang Kudus, sedangkan tirai yang kedua memisahkan Ruang Kudus dengan Ruang Maha Kudus. Ruang Maha Kudus adalah ruang yang diyakini sebagai tempat tinggal Allah di bumi ini (Kel.26:31-33). Tirai yang kedua itulah nampaknya yang dimaksudkan di sini. Hanya imam besar yang boleh melalui tirai tersebut. Bagi penulis Markus, koyaknya tirai itu membuktikan bahwa kematian Yesus adalah pengurbanan yang memungkinkan semua orang termasuk bukan orang Yahudi, berkenan kepada Allah.[5]

Dengan peristiwa ini, maka bagi orang yang percaya Yesus; “Oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri.” (Ibr. 10:19-20). A.M Stibbs menjelaskan teks ini bahwa; Kemungkinan baru yang terbuka bagi semua orang Kristen adalah jalan masuk ke hadirat Allah, jalan yang sudah dibuka bagi kita oleh Yesus Kristus, Perintisnya. Jalan ini baru, artinya; di bawah Perjanjian Lama jalan itu belum ada. Dan jalan itu adalah jalan yang hidup dan berdaya guna, yang Yesus sebut sebagai “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup” (Yoh.14:6). Tabir atau ‘tutup’ yang melaluinya Yesus membuka jalan itu adalah diri-Nya sendiri, tubuh-Nya sendiri. Sebab ketika tubuh itu dipatahkan dalam kematian kurban, tabir di Tempat Kudus yang berada sebagai lambang itu disobek. Demikian kita dapat memiliki keberanian untuk masuk ke dalam tempat Allah hadir oleh darah, yaitu kematian atau kurban yang berdaya guna, yang sudah selesai yaitu Yesus.[6] Demikian juga disebutkan oleh Barclay bahwa, pengurbanan Kristus adalah kurban yang membuka jalan manusia untuk sampai kepada Allah.[7] Dengan demikian orang yang percaya Yesus bisa menghadap Allah secara pribadi, tanpa harus melalui seorang pengantara. Inilah keagungan Tuhan, yang terjadi pada hari Jum’at saat kematian Tuhan Yesus Kristus.

 

  1. Hari itu merupakan waktu di mana Yesus mati untuk membenarkan manusia.

Dalam surat Roma dijelaskan; “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa. Lebih-lebih, karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darah-Nya,…” (Rom.5:8-9).  “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus.” (Rom.3:24).

Tindakan Allah yang setia pada perjanjian yang dibuat dengan umat-Nya menunjukkan bahwa Dia “benar”. Namun sebaliknya, umat pilihan-Nya justru ternyata “tidak benar” (Rom.3:5). Berulangkali mereka tidak setia kepada Tuhan, sehingga mereka menuai akibat murka-Nya. Akan tetapi para nabi seperti Yeremia menubuatkan bahwa kelak Tuhan akan memperbaharui perjanjian yang telah diingkari oleh umat-Nya (Yer. 31-34). Di kemudian hari, umat pengikut Kristus melihat penggenapan tentang “perjanjian baru” itu dalam karya penebusan Kristus lewat kematian-Nya.[8]

Karya Kristus merupakan dasar “baru” yang menentukan “benar” atau “tidak benarnya manusia di hadapan Allah. Hal ini dinyatakan berulang-ulang oleh rasul Paulus, “benarnya” (dikaiosune) manusia dalam hubungannya dengan Allah merupakan pemberian cuma-cuma yang berdasarkan iman (Rom.3:22,24,28). Oleh iman kepada Kristus, orang berdosa yang mestinya dijatuhi hukuman, kini telah “dibenarkan”, yakni “dinyatakan benar” atau divonis tidak bersalah di hadapan Allah.[9] Tindakan Allah untuk menghapus dosa orang bersalah, dan memperhitungkan orang tersebut menjadi benar adalah tindakan bebas dari pihak Allah sendiri, oleh kasih karunia-Nya melalui iman dalam Yesus Kristus, bukan berdasarkan kebajikan orang itu, tetapi karena Yesus melalui penumpahan darah-Nya.[10] Dan ini terjadi saat Yesus mati dikayu salib, dimana manusia telah dibenarkan oleh darah-Nya. Pencurahan darah Kristus itu terjadi pada hari peristiwa kematian-Nya, itulah Keagungan Jum’at Agung.

 

  1. Hari itu merupakan waktu di mana Yesus mati untuk memperdamaikan manusia dengan Allah.

“Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya” (Rom.5:10). Menurut Alkitab, orang berdosa adalah ‘seteru Allah’ (Rom.5:10; Kol.1:21; Yak.4:5). Seteru jelas berarti lawan atau musuh tengik. Menurut Alkitab Allah sangat memusuhi segala sesuatu yang jahat.[11] Jadi gagasan perdamaian mencakup arti bahwa dua pihak yang sekarang telah didamaikan, tadinya berlawanan atau berseteru, dan sekarang perlawanan mereka sudah dihapus.

Jalan untuk mengatasi permusuhan ini adalah menyingkirkan penyebab timbulnya permusuhan itu yakni dosa. Dan Kristus mati untuk meniadakan dosa. Dengan cara demikian Ia menyingkirkan perseteruan manusia dengan Allah. Ia membuka jalan bagi manusia untuk kembali kepada Allah melalui kematian-Nya. Inilah pendamaian.[12] Kristus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian. Jika dalam Perjanjian Lama setiap tahun pada hari raya pendamaian, para imam harus mengurbankan seekor binatang dan memercikkan darahnya pada bagian paling atas peti perjanjian untuk membersihkan dosa-dosa umat Israel (Im. 16:14-16).[13] Namun dalam Surat Kolose dijelaskan bahwa, Allah sendiri yang menjalankan pengurbanan itu, yakni; oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada dibumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus (Kol.1:20). Dengan kematian Yesus, manusia telah diperdamaikan dengan Allah. Dan itu terjadi pada hari di mana Yesus disalibkan dan mati. Itulah Keagungan Jum’at Agung.

 

  1. Hari itu merupakan waktu di mana Yesus mati untuk menyelamatkan manusia.

Alkitab menjelaskan bahwa tidak seorang pun yang mencari Allah (Rom.3:11). Perkataan itu bermaksud untuk menegaskan tentang betapa parah dan menyedihkannya keadaan manusia berdosa. Betapa parahnya: manusia yang jatuh ke dalam dosa dan hidup di dalamnya itu tidak bersedia kembali kepada Allah. Manusia mau hidup terus dalam pemberontakannya kepada Allah yang telah menciptakannya. Betapa menyedihkannya dengan tidak mencari Allah itu berarti manusia seterusnya dan selamanya bakal hidup dalam keterpisahan dengan Allah. Lebih pedih lagi, karena suatu saat ketika ajal menjemput, mereka akan terbuang selama-lamanya dari hadapan Allah. Dengan demikian, bila Allah menghendaki agar manusia berdosa diselamatkan, Dia sendirilah yang harus berprakarsa. Dia sendirilah yang harus menyelamatkan orang berdosa. Dan rencana itu melibatkan Anak Allah sebagai penebus dan Juruselamat. Pemilihan kasih karunia itu terjadi “di dalam Kristus” (Ef.1:4-6). Oleh karena itu Anak Allah harus turun ke dalam dunia menjadi manusia dan mengalami penderitaan dan kematian sebagai Pengganti bagi umat manusia, guna menanggung murka dan tuntutan keadilan Allah.[14]

Dalam surat Petrus dijelaskan bahwa, Kristus digambarkan sebagai “anak domba yang tidak bernoda dan tidak bercacat”, yang darah-Nya menyelamatkan manusia dari perbudakan dosa (1 Pet. 1:18-19). Dengan demikian jelaslah bahwa, kematian Kristus adalah untuk menyelamatkan manusia dari hukuman Allah karena dosa. Sehingga setiap orang yang percaya kepada Yesus tidak lagi berada dalam hukuman kekal, tetapi berada dalam kehidupan yang kekal. Dan kematian Kristus itu terjadi pada peristiwa Jum’at Agung. Itulah Keagungan Jum’at Agung, dimana Yesus mati untuk menyelamatkan manusia.

Dan terlebih lagi jika kita yang percaya kepada Yesus menghargai kematian Yesus yang kita rayakan pada Jum’at Agung itu dengan hidup mengagungkan/memuliakan Tuhan, maka Keagungan Jum’at Agung menjadi sempurna dalam hidup kita. Kiranya menjadi berkat.

 

 

 

Penulis:

Nama              : Eddy Sulopo

Tinggal           : Di Jakarta.

 

 

 

[1] B. J. Boland, Tafsir Alkitab Injil Lukas, (Jakarta; BPK Gunung Mulia), 2003, hal.520.

[2] Donal Guthrie dalam Tafsiran Alkitab Masa Kini 3, Matius-Wahyu, (Jakarta; Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF); 1994, hal.327.

[3] Alkitab Edisi Studi, (Jakarta; Lembaga Alkitab Indonesia); 2011, hal.1768.

[4] C. E Graham Swift dalam Tafsiran Alkitab Masa Kini 3, Matius-Wahyu, (Jakarta; Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF); 1994, hal.182.

[5] Alkitab Edisi Studi, (Jakarta; Lembaga Alkitab Indonesia); 2011, hal.1655.

[6] A. M Stibbs dalam Tafsiran Alkitab Masa Kini 3, Matius-Wahyu, (Jakarta; Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF); 1994, hal.759.

[7] William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, (Jakarta; BPK Gunung Mula), 1995, hal.137.

[8] Alkitab Edisi Studi, (Jakarta; Lembaga Alkitab Indonesia); 2011, hal.1849.

[9] Alkitab Edisi Studi, Ibid.

[10] J. D Douglas, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid 1, (Jakarta; Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF); 1994, hal.171.

[11] J. D Douglas, Ibid. hal.227.

[12] J. D Douglas, Ibid. hal.227.

[13] Alkitab Edisi Studi, (Jakarta; Lembaga Alkitab Indonesia); 2011, hal.1845.

[14] Rudiyanto, Panduan Hidup Dalam Komunitas Murid Yesus, (Semarang; Pustaka Muria); 2009, hal.57, 59.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *